Nasib Pasien Jika Rumah Sakit Tak Lagi Kerja Sama dengan BPJS
DokterSehat.Com– BPJS Kesehatan kembali menjadi bahasan hangat bagi dunia kesehatan tanah air. Hal ini disebabkan oleh banyaknya rumah sakit di wilayah Jabodetabek yang tak lagi menjalani kerja sama dengan BPJS. Alasannya karena rumah sakit-rumah sakit ini tidak memiliki sertifikat akreditasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Lalu, bagaimana nasib pasien BPJS Kesehatan?
Banyak Pasien BPJS yang Bingung
Berhentinya kerja sama rumah sakit ini tentu membuat banyak orang kebingungan. Apalagi jika mereka sebelumnya sudah terbiasa memakai pelayanan BPJS di rumah sakit-rumah sakit tersebut. Hanya saja, Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf menyebutkan bahwa pasien tidak perlu bingung. Jika rumah sakit yang selama ini digunakan tidak lagi bekerja sama dengan BPJS, mereka bisa pindah ke rumah sakit yang masih bekerja sama asalkan memiliki surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
“Sebagaimana biasanya, pasien dirujuk dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dan barulah dirawat ke rumah sakit. Nantinya fasilitas kesehatan tingkat pertama akan memberikan rekomendasi rumah sakit mana yang masih bekerja sama dengan BPJS,” terang Iqbal.
Iqbal juga meminta pasien untuk tidak panik atau takut tidak lagi dilayani seperti biasa. Asalkan mengikuti prosedur, mereka akan tetap mendapatkan pelayanan meski harus berganti rumah sakit. Bahkan, jika memang pasien sudah dalam kondisi darurat, pasien bisa langsung dipindahkan ke rumah sakit yang masih bekerja sama dengan BPJS tanpa perlu melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama terlebih dahulu.
Daftar rumah sakit yang tak lagi kerja sama dengan BPJS
Ada sekitar 31 rumah sakit di kawasan Jabodetabek dipastikan telah tidak lagi bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Bahkan, delapan diantaranya berada di wilayah ibukota Jakarta. Rumah sakit tersebut adalah RS Menteng Mitra Alfa yang ada di Jakarta Pusat, RS Mulyasari, RS Umum Pekerja, dan RS Mata Primasana di Jakarta Utara, RS Kartika Pulomas, RS Yadika, dan RSIA Sayiddah di Jakarta Timur, dan RSUD Jatipadang di Jakarta Selatan.
Mengenal sertifikat akreditasi yang diajukan BPJS Kesehatan
Tahun 2019 ini, BPJS Kesehatan memang mewajibkan fasilitas kesejahatan yang melakukan kerja sama dengan mereka untuk memiliki sertifikat akreditasi. Bahkan, sertifikat akreditasi ini dijadikan syarat wajib bagi setiap rumah sakit yang ikut dalam Program JKN-KIS. Hal ini diungkap oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
“Sertifikat Akreditasi ini adalah syarat wajib bagi rumah sakit. Perpres 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 67 memastikan bahwa fasilitas kesehatan swasta harus memenuhi persyaratan jika ingin menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan,” jelas Iqbal.
BPJS telah melakukan seleksi dengan melibatkan Dinas Kesehatan dari Kabupaten atau Kota Setempat. Seleksi ini menjadi pertimbangan BPJS untuk melakukan kerja sama dengan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Pertimbangan BPJS untuk kerja sama adalah kompetensi sumber daya manusia, kelengkapan sarana-prasarana, serta lingkup dan komitmen pelayanan.
“Fasilitas kesehatan swasta yang ingin bekerja sama dengan BPJS kesehatan wajib memperbaharui kontraknya setiap tahun. Hanya saja, kontrak ini juga sifatnya sukarela dengan semangat mutual benefit,” ucap Iqbal.
Bukan disebabkan karena defisit
Kabar yang menyebut BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan parah sehingga menyebabkan banyak rumah sakit tidak lagi bekerjsama juga dibantah oleh Iqbal. Menurutnya, kondisi BPJS tetap normal seperti biasa.
“Kami tekankan bahwa informasi tersebut hoaks. Bukan itu masalahnya. Jika ada fasilitas kesehatan yang belum terbayarkan, rumah sakit ini bisa memakai skema supply chain financing yang didapatkan dari pihak ketiga yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” jelasnya.
Tarif Beban Biaya Pasien BPJS dalam Permenkes
Hingga saat ini, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mengenai BPJS masih digodok. Ada sejumlah penyakit yang memang membuat pasien memutuskan untuk rawat jalan. Penyakit-penyakit tersebut pun masih sedang dalam proses pengelompokkan oleh Kemenkes.
Sementara itu, di dalam Permenkes dijelaskan bahwa pasien BPJS yang rawat jalan di RS kelas A dan B akan dikenakan beban tarif Rp20.000. Selanjutnya, pasien yang berobat di RS kelas C dan D akan dikenakan biaya Rp10.000 per sekali rawat jalan.
Tidak hanya sampai di situ. Nantinya akan ada batas maksimal rawat jalan yaitu sebanyak 20 kali dalam jangka waktu tiga bulan. Beban biaya tertinggi yang akan dikenakan kepada pasien yaitu sebesar Rp350.000.
Permenkes ini juga akan mengatur biaya naik kelas layanan. Ke depannya, BPJS hanya akan memperbolehkan pasien untuk naik satu kelas layanan. Misalnya, pasien BPJS kelas 3 hanya bisa naik layanan ke kelas 2 dan tidak bisa naik ke kelas 1.
Khusus peningkatan kelas layanan raat inap di atas kelas 1, maka pasien BPJS harus emmbayar selisih biaya paling banyak sebesar 75% tarif INA-BCS (tarid layanan keseluruhan).
Selain sebagai media informasi kesehatan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.
0 Response to "Nasib Pasien Jika Rumah Sakit Tak Lagi Kerja Sama dengan BPJS"
Post a Comment